Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya: Definisi dan ruang lingkupnya 

             


        Dakwah secara bahasa (etimologi) berarti memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong ataupun memohon. Sedangkan secara istilah, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada Allah, percaya dan menaati apa yang telah diberitakan oleh Rasul serta mengajak agar dalam menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya. Maka dapat dirumuskan pengertian dakwah Islam yakni proses mengajak dan memengaruhi orang menuju jalan Allah yang dilakukan oleh umat Islam secara sistemik. Dari pengertian tersebut, jelas menunjukkan bahwa kegiatan dakwah membutuhkan pengorganisasian yang sistemik dan modern serta dapat dikembangkan melalui kajian epistemologinya baik menyangkut strategi, prinsip dasar, metode, standar keberhasilan, dan evaluasi pelaksanaannya.

        Sementara multikultural, secara sederhana dapat dikatakan sebagai pengakuan atas adanya pluralitas budaya. Multikultural yang menjadi paham multikulturalisme pada hakikatnya mengakui akan martabat manusia yang hidup di dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang spesifik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai dan sejalan dengan itu pula merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama di dalam komunitasnya.

        Bhikhu Parekh, penulis asal India memberikan gambaran yang cukup meyakinkan tentang multikulturalisme. Dia mengatakan bahwa multikulturalisme setidaknya mengandung empat wilayah kajian yang satu sama lain sangat penting dan saling mepengaruhi. Keempat hal tersebut adalah:

            Pertama, satu komunitas yang memiliki sistem nilai dan pandangan hidupnya sendiri. Dia lahir di tengah-tengah masyarakat yang beragam, tetapi sebagai komunitas minoritas, mereka ini hanya berupaya mempertahankan dirinya dari tindakan-tindakan diskriminatif yang sering mengarah pada dirinya.

           Kedua, merupakan komunitas yang secara ideologis memang berbeda dengan komunitas lainnya. Mereka ini berupaya memberikan perlawanan dan atau tandingan berbagai macam kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Mereka sebagai minoritas hendak menghadirkan kebudayaannya sendiri pada masyarakat, sekalipun sering kali ditolak oleh komunitas lainnya, namun berupaya agar mendapatkan ruang ekspresi yang maksimal di masyarakat. 

        Ketiga, komunitas yang secara terang-terangan mengatakan berbeda dengan komunitas lain karena latar belakang dan sejarah mereka yang merasa berbeda, tetapi mereka menjadi bagian dari masyarakat yang mayoritas. Mereka hendak menginginkan diberikannya ruang oleh kaum mayoritas, sebab kehadirannya sering dianggap bertentangan dengan komunitas mayoritas di masyarakat.

        Keempat, mereka disebut sebagai komunitas counter of diversity sebab mereka hendak memberikan alternatif atas wacana multikulturalisme yang berkembang. Mereka adalah para aktivis yang berkehendak untuk menghadirkan alternatif nilai di masyarakat karena berbagai pengaruh dan sebab yang telah mendahuluinya, seperti komunitas antipembangunan berbasiskan hutan, komunitas pecinta lingkungan (environtalism), komunitas anti-pembangunan berdasarkan utang dan seterusnya.

            Dakwah multikultural sejatinya berangkat dari pandangan klasik dakwah kultural, yakni pengakuan doktrinal Islam terhadap keabsahan eksistensi kultur dan kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Hanya saja dakwah multikultural berangkat lebih jauh dalam hal intensitas atau keluasan cakupan kulturnya. Kalau dakwah paradigma kultural hanya fokus pada persoalan bagaimana persoalan Islam dapat disampaikan lewat kompromi dengan budaya tertentu, maka dakwah multikultural memikirkan bagaimana pesan Islam ini disampaikan dalam situasi masyarakat yang plural, tanpa melibatkan unsur “monisme moral” yang bisa  merusak pluralitas budaya dan keyakinan itu sendiri.[1]

            Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaannya (Enjang, 2009. 24-34). Perlunya memahami komunikasi lintas budaya karena, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari yang namanya perbedaan. Seperti ras, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, dsb. Sebagai pengembang teoritis dakwah, komunikasi antar budaya dapat menjelaskan secara sistematis fenomena yang berkembang berkaitan dengan proses dakwah (fungsi pengawasan), kontrol (pengendalian) suatu fenomena yang berkaitan dengan proses kegiatan dakwah dengan harapan agar fenomena itu dapat terjadi sesuai dengan tujuan yang hendak di capai (fungsi menjembatani), serta mampu memberikan penjelasan berbagai fenomena di suatu masyarakat, agar pengembangan dan pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efsien (fungsi sosialisasi nilai). [2]



[1] Zaprulkhan, ‘Dakwah Multikultural’, Mawa’izh, vol. 8, no. 1 (2017),

[2] Masykurotus Syarifah,  Budaya dan Kearifan Dakwah, al-Balagh Vol. 1, No. 1, Januari – Juni 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya dan Kearifan Dakwah

DESTINASI WISATA

Mengenal Unsur Unsur Komunikasi Lintas budaya dalam berdakwah