Aktivitas Komunikasi Lintas Budaya Verbal dan Non Verbal dalam Ilmu Dakwah

        

Sumber gambar: nu.or.id

       Dengan mempelajari komunikasi lintas budaya, seseorang bisa memahami perbedaan dengan bersikap netral atau moderat. Sehingga konflik yang timbul antar budaya etnis yang berbeda tidak akan terjadi. Lebih lanjut, mempelajari komunikasi lintas budaya dapat membuat kita lebih berhati-hati dalam membangun hubungan dengan budaya lain. Para pendakwah harus memahami tempat, budaya, kebiasaan dan bahasa objek dakwahnya karena hal tersebut menentukan kesuksesan dakwah yang dilakukannya.

     Menurut teori komunikasi antar budaya, Edward T. Hall, komunikasi dan budaya memiliki hubungan sangat erat. Menurutnya, communication is culture and culture is communication. Hall terlebih dahulu membedakan budaya konteks tinggi (high context culture ) dengan budaya konteks rendah (low context culture). Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi konteks rendah seperti pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung lugas dan berterus terang. Para penganut budaya ini mengatakan bahwa apa yang mereka maksudkan (the say what they mean) adalah apa yang mereka katakan (they mean what they say). Sebaliknya, budaya konteks tinggi, seperti kebanyakan pesan yang bersifat implisit, tidak langsung dan tidak terus terang, pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dibalik perilaku non verbal, intonasi suara, gerakan tangan, pemahaman lebih kontekstual, lebih ramah dan toleran terhadap budaya masyarakat. Terkadang pernyataan verbal bisa bertentangan dengan pesan non-verbal. Manusia yang terbiasa berbudaya konteks tinggi lebih terampil membaca perilaku non-verbal dan juga akan mampu melakukan hal yang sama. Watak komunikasi konteks tinggi yaitu tahan lama, lamban berubah dan mengikat kelompok penggunanya. Orang-orang berbudaya konteks tinggi lebih menyadari proses penyaringan budaya daripada orang-orang berbudaya konteks rendah.

      Dalam kaitannya dengan aktivitas dakwah, pengkajiannya dengan pendekatan komunikasi konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah. Bagaimana para da’i melakukan tugasnya sebagai pengayom masyarakat, penyelamat masyarakat dan memajukan masyarakat dengan pendekatan-pendekatan yang lebih dekat dan ramah dengan budaya yang dianut masyarakat setempat (Aripuddin, 2011. 16).

     Kemudian dalam kaitannya dengan ilmu dakwah adalah pada tujuan dan fungsi dari komunikasi antar budaya itu sendiri. Tujuan studi dari komunikasi antar budaya menurut Litvin bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang. Sebagai pengembang teoritis dakwah, komunikasi antar budaya dapat menjelaskan secara sistematis fenomena yang berkembang berkaitan dengan proses dakwah (fungsi pengawasan), kontrol (pengendalian) suatu fenomena yang berkaitan dengan proses kegiatan dakwah dengan harapan agar fenomena itu dapat terjadi sesuai dengan tujuan yang hendak di capai (fungsi menjembatani), serta mampu memberikan penjelasan berbagai fenomena di suatu masyarakat, agar pengembangan dan pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien (fungsi sosialisasi nilai). 

Masykurotus Syarifah – Budaya dan Kearifan Dakwah – al Balagh Vol. 1, No. 1, Januari – Juni 2016, hal 26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya dan Kearifan Dakwah

DESTINASI WISATA

Mengenal Unsur Unsur Komunikasi Lintas budaya dalam berdakwah